Bangunlah Dunia Pendidikan
Matematika
Matematika
sangat penting dalam kehidupan manusia. Seluruh lapisan manusia sangat
bergantung dengan matematika. Matematika dipakai dan digunakan oleh seluruh
manusia di dunia. Bagaimana membangun dunia dengan pendidikan matematika?
Berikut beberapa uraiannya.
A.
Membangun
Dunia
Dunia
terbangun dari sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu apa yang
kita pikirkan dan tidak dapat dipikirkan itulah dunia. Apa yang ada di sekitar
kita dan di luar lingkungan kita itulah dunia. Dunia dapat berupa komponen
sintesis dari anti-tesis dan tesis yang terkandung di dalamnya. Segala
yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini menempati ruang dan waktunya
masing-masing. Setiap unsur di dunia ini telah diciptakan secara seimbang.
Misalnya jika separo dunia ontologi, maka separo dunia yang lain adalah tidak
ontologi, jika separo dunia adalah epistemologi maka separo dunia yang lain
adalah tidak epistemologi, jika separo dunia adalah aksiologi maka separo dunia
yang lain adalah tidak aksiologi, jika separo dunia adalah vatal maka separo
dunia yang lain adalah fital.
Untuk membangun dunia, manusia harus tahu
dulu, dunia seperti apa yang diinginkannya? Serta apa tujuan keberadaannya di
dunia yang dia bangun itu? Serta ontologi, epitemologi dan aksiologi dunia itu.
Dunia kita bukan hanya dunia fisik tapi juga dunia hayat. Konsep dunia
sebenarnya jauh lebih luas dari pada apa yang bisa kita lihat saat ini. Saat
mempelajari ilmu filsafat, diketahui bahwa lingkup filsafat mempelajari yang
ada dan yang mungkin ada. Alam semesta/dunia yang terjangkau secara fisik,
mungkin hanya bagian kecil dari keseluruhan dunia. Manusia adalah mahluk
terbatas, sehingga dunia yang bisa dibangunpun mungkin bisa disebut dunia yang
terbatas.
Dunia
sebagai keseluruhan, menurut pandangan filsafat klasik, adalah bidang dari
segala bidang-bidang lainnya. Ia adalah jaringan dari keseluruhan. Namun
manusia tidak akan pernah bisa memahami dunia demikian, karena pengetahuannya
yang terbatas. Terjangan filsafat posmodern telah membuyarkan harapan manusia
tentang filsafat yang bisa menjelaskan segalanya dalam satu gambaran dunia yang
utuh dan koheren. Akibatnya, banyak orang kini kehilangan pegangan, karena
panduan dunia yang utuh dan menyeluruh telah menghilang. Keyakinan akan
kebenaran mutlak dipertanyakan ulang. Sebaliknya, imajinasi dan kreativitas
justru meningkat, guna mengisi kekosongan yang telah ditinggalkan. Dunia
bagaikan rumah - tempat yang dingin yang harus ditata dengan imajinasi dan daya
cipta manusia. Tidak ada pilihan lain, kecuali manusia menjalani ini semua
dengan penuh kesadaran dan kebebasan.
Menurut
Immanuel Kant, jika kita ingin melihat dunia, lihatlah pada pikiran kita
sendiri karena dunia ini persis seperti apa yang kita pikirkan. Terlihat bahwa
bagaimanapun dunia akan dibangun sangat bergantung dengan apa yang kita
pikirkan. Berpikir dunia akan menjadi seperti apa, bagaimana membangunnya, apa
tujuan membangun dunia. Hal ini dapat dijawab dari apa yang ada dalam pikiran
kita sendiri. Apabila lebih diperluas lagi, maka pikiran kita dapat berupa imajinasi,
kreativitas, kebebasan dan kesadarannya secara utuh dan penuh.
B.
Membangun
Matematika
Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis,
mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat
kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif. Matematika bersifat
kuantitatif dimana matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan
kita melakukan pengukuran sehingga dapat meningkatkan daya prediktif dan
kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari
tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang
imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan
cermat.
Matematika,
pada hakekatnya, selalu berusaha mengungkap kebenaran namun dalam sejarah panjangnya,
sejak jaman Renaisan, aspek empiris dari matematika seperti yang dicanangkan
oleh John Stuart Mill ternyata kurang mendapat prospek yang cerah. Matematika
telah berkembang menjadi kegiatan abstraksi yang lebih tinggi di atas kejelasan
pondasinya. Kaum pondasionalis epistemologis berusaha meletakkan dasar
pengetahuan matematika dan berusaha menjamin kepastian dan kebenaran
matematika, untuk mengatasi kerancuan dan ketidakpastian dari pondasi
matematika yang telah diletakkan sebelumnya. Di dalam Teori Pengetahuannya,
Immanuel Kant berusaha meletakkan dasar epistemologis bagi matematika untuk
menjamin bahwa matematika memang benar dapat dipandang sebagai ilmu. Kant
menyatakan bahwa metode yang benar untuk memperoleh kebenaran matematika adalah
memperlakukan matematika sebagai pengetahuan a priori. Menurut Kant, secara
spesifik, validitas obyektif dari pengetahuan matematika diperoleh melalui
bentuk a priori dari sensibilitas kita yang memungkinkan diperolehnya
pengalaman inderawi.
Menurut James
dan James (Erman Suherman, 2001: 18)
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Sementara itu, Menurut Gregson (2007: 2), matematika adalah suatu bahasa yang
digunakan untuk menyatakan hubungan suatu hal yang bergantung pada hal yang
lain. Misal luas suatu kebun yang berbentuk persegi panjang bergantung pada
ukuran panjang dan lebar yang dimiliki oleh kebun tersebut.
De Lange (2005:8) seorang pakar
pendidikan matematika dari Freudenthal
Institute (FI) suatu lembaga di Universitas Utrecht yang sangat terkenal dengan
Realistic Mathematics Education (RME) menyatakan: “‘What is mathematics?’ is
not a simple question to answer.” Yang jelas, faktanya adalah materi (content)
matematika pada tahun 1900 jelas berbeda dengan materi matematika pada tahun
2007. De Lange (2005:8) mencatat ada sekitar 60 sampai 70 cabang matematika
yang berbeda. Tidak hanya itu, kebutuhan (needs) para siswa terhadapmmatematika
pada tahun 1900 akan sangat berbeda dengan kebutuhan para siswa terhadap
matematika pada saat sekarang. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya
perubahan definisi matematika, pembelajarannya, dan tujuan pembelajaran
matematikadi kelas. Tujuan dan proses pembelajaran matematika di kelas akan
berubah sesuai perubahan waktu dan tuntutan perubahan kebutuhan siswa terhadap
matematika.
Wilder R.L. menyatakan
bahwa dalam sudut pandang constructivism obyek
matematika ada hanya jika dapat dibangun
(dikonstruk). Berangkat dari pandangan ini, semua objek matematika
seharusnya dapat dikonstruk dan dibawa ke dalam pembelajaran
matematika. Menurut Kant, constructivism berangkat dari kesadaran
akan keterbatasan, ketidaksempurnaan dan kerentanan manusia. Manusia terancam
dengan klaim yang tidak benar sehingga kata Kant, “thus they need to check
and criticize the unjustified and arbitrary assumptions they make in reasoning”.
Menurut Freudenthal (dalam gravemeijer,1994),
matematisasi bukan sekedar suatu kesatuan proses utuh dalam mencari maupun
membangun matematika yang relevan dari suatu fenomena-fenomena atau konteks .
melainkan membangun matematika untuk diaplikasikan dalam sehari-hari. Setidaknya
cara yang dapat dilakukan untuk membangun matematika yaitu:
1.
Generalitas (generality )
Kemampuan
generalisasi dapat dikembangkan dengan pembelajaran yang menekankan pada
analogi,klasifikasi,dan struktur.
2.
Kepastian (certainty)
Kepastian
berkaitan dengan kegiatan refleksi justifikasi dan pembuktian
3.
Ketepatan (exactness)
Ketepatan
berkaitan dengan pemodelan ,simbolisasi dan pendefinisian
4.
Ringkas (brevity)
Matematika
akan menjadi ringkas melalui simbolisasi dan skematisasi
C.
Membangun
Pendidikan
Pendidikan
adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan
dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Menurut poedjawijatna (2002:202) pendidikan merupakan pertolongan
orang dewasa terhadap anak supaya anak mencapai kedewasaan seluruhnya. Kedewasaan
yang dimaksud adalah manusia yang dapat menanggung dan bertanggung jawab atas
tindakannya, tahu baik dan buruk dan mempunyai pengetahuan.
Menurut
john Locke tujuan dari pendidikan, yakni pertama, pendidikan bertujuan
untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa). Oleh sebab
itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan hendaknya membantu
menusia untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan kebijaksanaan hidup. Kedua,
pendidikan juga bertujuan untuk mencapai kecerdasan setiap individu dalam
menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke
melihat pengetahuan sebagai usaha untuk memberantas kebodohan dalam hidup
masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada usaha untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan juga
menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi pribadi yang
dewasa dan bertanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John Locke
sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral. Seluruh
tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi manusia yang baik,
sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan. Keempat,
pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem
pemerintahan yang ada.
Selain itu,
menurut Plato Pendidikan itu adalah
suatu bangsa dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan negara dan
perorangan, pendidikan itu memberikan kesempatan kepadanya untuk penampilan
kesanggupan diri pribadinya. Bagi negara, dia bertanggung jawab untuk
memberikan perkembangan kepada warga negaranya, dapat berlatih, terdidik dan
merasakan bahagia dalam menjalankan peranannya buat melaksanakan kehidupan
kemasyarakatan. Didalam negara idealnya pendidikan memperoleh tempat yang
paling utama dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan dapat dikatakan
bahwa pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia yang harus
diselenggarakan oleh negara. Pendidikan itu sebenarnya merupakan suatu tindakan
pembebasan dari belengggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan pendidikan,
orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Dengan
pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang balk dan apa yang jahat,
dan juga akan menyadari apa patut dan apa yang tidak patut, dan yang paling
dominan dari semua itu adalah bahwa pendidikan mereka akan lahir kembali.
Membangun pendidikan dilakukan pula dengan membangun kurikulum sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Hal ini senada dengan pendapat John Dewey
yang mengkritik sistem kurikulum yang
hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukan-masukan dari bawah.
Seharusnya dan sepatutnya kurikulum dibuat melihat dan memperhatikan
masukan-masukan dari guru yang terlibat langsung dengan siswa. Kurikulum
pendidikan dibangun bukan atas dasar opini dari atasan saja, melainkan
benar-benar hal yang dibutuhkan dan berdasarkan orang-orang yang terlibat
langsung dilapangan. Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan
formulai-formulasi secara sarat teoritis yang tertib. Pendidikan harus
pula mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara
eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi
atas pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik. Dengan
demikian belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Dalam proses ini, ada perjuangan yang terus menerus untuk
membentuk teori dalam konteks eksperimen dan pemikiran.
Dengan
demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia
adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan
membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan
dan moralitas jiwa mengantarnya ke idea yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan
dan keadilan. Cita-cita Plato yang paling agung terus digenggamnya sampai akhir
hayatnya Tujuan pendidikan menurut Plato adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan
ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia akan menjadi seorang warga
negara yang balk, dalam suatu masyarakat yang harmonis, melaksanakan
tugas-tugasnya secara efisien sebagai seorang anggota kelasnya.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan membangun pendidikan dapat
dilakukan dengan pendidikan direncanakan dan diprogramkan sebaik-haiknya agar
mampu mencapai sasaran yang diidamkan. Dengan kata lain pendidikan yang baik
haruslah direncanakan dan diprogramkan dengan baik agar dapat berhasil dengan
baik untuk menunjang rencana propaganda dan sensor. Propaganda perlu untuk
menanamkan program pendidikan itu, pemerintah harus mengadakan motivasi,
semangat loyalitas, kebersamaan dan kesatuan cinta akan kebaikan dan keadilan.
D.
Membangun
Pendidikan matematika
Pendidikan matematika dibangun oleh pembelajaran
matematika yang ada di sekolah. Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat,
pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan (Erman Suherman, 2001:55). Siswa diberi
pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan
informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam
model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau
soal-soal uraian matematika lainnya. Pembelajaran matematika bagi para siswa,
juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun
dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam
pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman
melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki
dari sekumpulan objek (abstraksi). Fungsi matematika yang selanjutnya adalah
sebagai ilmu atau pengetahuan, dan tentunya pengajaran matematika di sekolah
harus diwarnai oleh fungsi yang ketiga ini. Guru disadarkan akan perannya
sebagai motivator dan pembimbing siswa.
Prinsip belajar matematika (NCTM: 2000) yaitu siswa
belajar matematika seyogyanya dengan pengertian atau pemahaman secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Sehingga
belajar matematika itu merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
dengan berbekal pengalaman dan ilmu yang telah dimiliki. Proses belajar
matematika tersebut difasilitasi dengan adanya guru yang mendampingi kegiatan
pembelajaran.
Pembelajaran matematika untuk siswa
merupakan matematika sekolah. Ebbut dan Straker (Marsigit, 2009) menyatakan
bahwa hakikat matematika sekolah antara lain : “Matematika adalah kegiatan
penelusuran pola dan hubungan, matematika adalah kreativitas yang memerlukan
imajinasi, intuisi dan penemuan; Matematika adalah kegiatan problem solving; Matematika adalah alat
komunikasi”. Dari sini dapat kita ketahui bahwa pembelajaran matematika bukan hanya
menyampaikan konsep-konsep matematika. Melainkan sebuah kegiatan untuk
menulusuri pola, imajinasi, intuisi dan kreativitas. Selain itu Ebbut dan
Straker (Marsigit, 2009) memberikan pandangannya bahwa agar potensi siswa dapat
dikembangkan secara optimal, ansumsi tentang karakteristik subjek didik dan
implikasi terhadap pembelajaran matematika diberikan sebagai berikut.
1. Murid
akan mempelajari matematika jika mempunyai motivasi
2. Murid
mempelajari matematika dengan caranya sendiri
3. Murid
mempelajari matematika baik secara mandiri maupun kerjasama
4. Murid
memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika
Pembelajaran matematika di sekolah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk pola pikir dalam pemahaman
suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara
pengertian-pengertian matematika. Hal ini mendorong guru untuk memilih dan
menggunakan strategi, metode, pendekatan, dan teknik yang banyak melibatkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Penerapan strategi
dan pendekatan dalam pembelajaran matematika harus mengoptimalisasikan
interaksi semua unsur pembelajaran dan keterlibatan seluruh indra siswa. Siswa
dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat
yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Dengan pengamatan,
siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan abstraksi,
siswa dilatih untuk membuat perkiraan dan terkaan berdasarkan pengetahuan yang
dikembangkan melalui generalisasi. Pola pikir induktif dan deduktif semakin
berkembang sehingga siswa mampu memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan matematika.
E. Membangun dunia pendidikan
matematika
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa membangun dunia pendidikan matematika melalui pembelajaran
matematika di sekolah. Matematika yang dimaksud bukan matematika murni
melainkan matematika sekolah yan dapat diikuti, dipahami dan sesuai dengan
kebutuhan siswa. Dalam pembelajaran
matematika diharapkan peran aktif siswa melalui berbagai kegiatan yang dapat
menjadi sebuah pengalaman oleh siswa.
Sesuai dengan pendapat Ebbut dan Straker
pembelajaran matematika diharapkan agar siswa tertarik dan termotivasi untuk
belajar matematika. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi
metode, pendekatan maupun model pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru.
Selain itu, seorang guru dalam pembelajaran matematika hendaknya dapat
menempatkan diri dan bisa mengendalikan siswanya agar siswa dapat belajar
dengan caranya sendiri. Variasi lain yang dapat dilakukan adalah guru
memberikan konteks nyata dalam kehidupan sebagai aplikasi dari materi yang
diajarkan. hal ini penting untuk dilakukan agar siswa merasa matematika itu
penting dan menyenangkan.
Selain itu, pemerintah juga memiliki andil yang
cukup besar dalam membangun pendidikan matematika. Salah satu yang dapat
dilakukan adalah membuat kurikulum pendidikan di indonesia agar sesuai dengan
kebutuhan dan tantangan siswa saat ini. Kurikulum yang dibuat hendaknya
dirancang dan disusun secara matang sesuai dengan keadaan saat ini. Harapannya
dengan dukungan pemerintah yang memfasilitasi
hal tersebut, dapat membangun dunia pendidikan matematika.
Refrensi:
De Lange, J.
(2004). Mathematical Literacy for Living from OECD-PISA Perspective. Paris:
OECD-PISA.
Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung : JICA.
Marsigit.
(2009). Pembudayaan Matematika di Sekolah untuk Mencapai Keunggulan Bangsa. Seminar Nasional. Yogyakarta. FMIPA UNY
NCTM. (2000). Principles and
Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.
Poedjawijatna.
(2002). Pembimbing ke Arah Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta